Suku Bunga BI (Bank Indonesia) baru-baru ini mengalami kenaikan dari 3,5% menjadi 3,75%.  Kenaikan suku bunga ini terjadi lantaran Federal Reserve dan Bank Central lain berupaya untuk melawan inflasi dan kenaikan dolar AS. Dengan demikian Bank Indonesia pun melakukan penyesuaian dengan menaikkan suku bunga sehingga semua sektor mengalami dampak kenaikan suku bunga ini, termasuk sektor properti. Berikut beberapa dampaknya. 

Kenaikan harga hunian

Saat ini di Indonesia sendiri angka inflasi sudah meningkat hingga 4,94% (tahun ke tahun) yang diikuti dengan naiknya harga bahan bangunan yang diperkirakan akan mencapai 20—30 persen. Dengan kenaikan bahan bangunan ini, tentu saja harga hunian yang ditawarkan akan lebih tinggi sehingga pasar properti mungkin kurang bergairah ke depannya. 

Lebih lanjut lagi, banyak ahli yang memprediksi proyek properti nonsubsidi akan terkena dampak paling berat, selain konsumennya. Lantaran bunga KPR yang juga meningkat sesuai dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia. Masyarakat akan semakin sulit membeli rumah karena kenaikan ini. 

Subsidi bunga cicilan

Meski begitu, developer proyek non subsidi pun mau tidak mau harus memutar otak agar tetap laku di pasaran. Bisa dimulai dengan melakukan subsidi bunga untuk cicilan 2-3 tahun pertama demi bisa menarik konsumen. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi ancaman gagal bayar di kemudian hari oleh konsumen.

Menekan langkah investasi

Ke depannya, jika keadaan ekonomi Indonesia secara umum mulai menunjukkan perlambatan yang diikuti dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh berbagai perusahaan, konsumen akan lebih berhati-hati dalam melakukan pengeluaran jangka menengah, panjang, dan investasi. 

Tidak hanya konsumen, investor asing pun akan lebih berhati-hati mengambil langkah. Misalnya saja mereka akan memprioritaskan untuk memilih mitra lokal dalam investasi dibandingkan menginvestasikan dananya di Indonesia. Ke depannya pasar properti lokal dianggap akan mengalami banyak keterbatasan dalam permintaan jangka pendek, adanya gagal bayar, dan tekanan untuk membayar bunga kembali dan pinjaman yang ditangguhkan. 

Semoga ke depannya perekonomian Indonesia ada dalam posisi yang relatif kuat untuk menghadapi resesi global. Apalagi didukung dengan ekonomi konsumen domestik yang kuat, sektor pertambangan dan komoditas yang baik, serta ekonomi digital yang menggeliat.