Di tengah ketidakpastian ekonomi, masyarakat pasti khawatir akan terjadinya fenomena bubble economy. Pasalnya, kondisi ini bisa menyebabkan kenaikan harga atau biasanya disebut inflasi.

Pada dasarnya, bubble economy adalah kondisi di mana ketika harga ataupun nilai suatu aset meningkat secara pesat melebihi nilai asli dari aset tersebut. Akan tetapi, kondisi ini bisa mengakibatkan harga aset turun drastis karena kehilangan nilai sama sekali.

Lantas, apa sih penyebab, tanda-tanda terjadi, hingga contohnya di artikel Propertree berikut ini!

Pengertian Bubble Economy

Dalam bahasa Inggris, bubble economy terdiri dari dua kata yaitu ‘bubble’ yang artinya gelembung dan ‘economy’ artinya ekonomi.

Jadi, bubble economy adalah perubahan siklus ekonomi sangat pesat digambarkan melalui peningkatan nilai suatu objek, seperti properti atau aset sampai melebihi nilai intrinsiknya.

Fenomena ini diibaratkan suatu gelembung yang ditiup terlalu cepat supaya bisa cepat membesar. Akan tetapi, lama-lama akan pecah pula. Maksudnya, harga aset akan meningkat dengan cepat dan bisa turun drastis karena kehilangan nilainya.

Penyebab Bubble Economy

Ada beberapa kondisi yang mengakibatkan terjadinya gelembung ekonomi ini, antara lain seperti:

1. Likuiditas Uang Pada Suatu Negara yang Terlalu Berlebihan

Penyebab yang paling utama karena adanya likuiditas uang yang terlalu berlebihan. Tentunya, kondisi ini dapat membuat masyarakat membeli barang apapun walau harganya sangat mahal.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, barang-barang tersebut bisa saja turun drastis bahkan tidak bernilai sama sekali.

2. Meningkatnya Masyarakat yang Bersikap FOMO

Penyebab kedua akibat meningkatnya masyarakat yang bersikap FOMO atau Fear of Missing Out. Sebab, perilaku ini membuat seseorang tidak ingin ketinggalan tren yang ada.

Amat disayangnya, dalam finansial sikap ini sangat berisiko. Pasalnya, bisa membuat seseorang melakukan transaksi karena ikut-ikutan saja. 

3. Terlalu Percaya secara Berlebihan Pada Nilai Suatu Aset

Penyebab gelembung ekonomi selanjutnya karena masih banyak investor yang terlalu percaya berlebihan terhadap nilai suatu aset.

Alhasil, investor akan kecanduan investasi pada aset dengan harapan bisa meraih keuntungan berlipat ganda.

4. Kebijakan Pemerintah yang Salah

Terakhir akibat adanya kebijakan pemerintah yang salah atau kurang tepat. Sebagai contoh, pemerintah menetapkan aturan yang bisa membuat negara mengalami deflasi. Sehingga, hal ini memicu terjadinya gelembung ekonomi.

Ciri-Ciri Bubble Economy

Apabila bisa diidentifikasikan inilah beberapa ciri-ciri gelembung ekonomi, yaitu:

  • Harga suatu aset akan meningkat secara pesat.
  • Banyaknya pemodal atau investor di suatu instrumen investasi secara masif.
  • Banyak individu yang berinvestasi hanya karena FOMO atau ikut-ikutan tanpa memiliki ilmu yang cukup.

Contoh Bubble Economy

Dalam sejarah ekonomi, bubble economy ini pernah terjadi di beberapa negara lho Propers. Adapun contohnya sendiri meliputi:

1. Kasus BLBI atau Krisis Moneter Indonesia

Contoh gelombang ekonomi pertama pernah terjadi di Indonesia. Kala itu, Bank Indonesia (BI) menawarkan solusi berupa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk memberikan bantuan pinjaman kepada bank-bank.

Sayangnya, akibat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 membuat mata uang Rupiah kian memburuk. Sehingga, para debitur tidak bisa melunasi utang-utang mereka kepada pihak bank.

Kendati begitu, hal ini mengakibatkan terjadinya kredit macet yang bisa merugikan perbankan nasional.

2. Gelembung Ekonomi Jepang

Jepang juga pernah mengalami gelembung ekonomi akibat kebijakan pemerintah yang kurang tepat.

Akhirnya, kebijakan moneter pemerintah Jepang luncurkan untuk mengatasi terjadinya resesi dan lonjakan mata uang Yen tersebut.

Lantaran dampak dari langkah itu, saham Jepang hingga lahan perkotaan nilainya melambung tinggi tiga kali lipat.

Kemudian, harga itu turun drastis pada tahun 1991 hingga mengakibatkan deflasi di Jepang selama belasan tahun.

3. The Dutch Tulip Bubble

Contoh yang paling terakhir adalah datang dari Belanda yang dijuluki sebagai negara Tulip. Kala itu, harga bunga tulip meningkat dua puluh kali lipat dari harga awalnya.

Peningkatan ini pun terus meningkat seiring tingginya permintaan. AKhirnya, pada suatu titik, harga umbi tulip dua kali lebih mahal dibanding harga aset.

Dikarenakan sudah melonjaknya orang yang memiliki umbi tulip, harganya pun perlahan kian turun. Bahkan, para investor tulip megalami kerugian yang cukup besar hingga jatuh miskin.

Seperti itulah pembahasan dari Minpro terkait bubble economy. Intinya, fenomena ini terbukti telah merugikan banyak orang di masa lalu. Jadi, jangan sampai Propers terjebak juga ya!

Agar tidak terjebak, Propers perlu mengetahui tips ekonomi, finansial, hingga gaya hidup lainnya dengan membaca artikel di Propertree.

Terlebih, informasi yang dihadirkan juga update dan bisa Propers baca secara gratis. Tunggu apa lagi? Kunjungi blog Propertree sekarang juga!

Baca Selengkapnya: Fenomena Bubble Burst yang Melanda Startup Indonesia

Penulis: Dhea Alvionita