Dalam beberapa tahun belakangan ini, perusahaan startup mulai bermunculan. Pada tahun 2022. Berdasarkan data dari Startup Ranking, per 21 Maret 2019, tercatat jumlah startup di Indonesia mencapai 2.074 perusahaan.
Banyaknya startup yang bermunculan tentunya membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia. Namun, tak sedikit juga yang akhirnya gulung tikar. Sebagai perusahaan rintisan (startup) banyak mengalami tantangan. Salah satunya yaitu tantangan dalam menghadapi fenomena bubble burst.
Bubble burst ini yang disinyalir sebagai penyebab perusahaan startup melakukan layoff atau pemutusan hubungan kerja karyawan, baik sementara ataupun permanen.
Apa itu Bubble Burst?
Dilansir dalam laman Investopedia, (31/5/2022), gelembung atau bubble adalah siklus ekonomi yang ditandai dengan eskalasi atau kenaikan nilai pasar, terutama pada harga aset.
Inflasi yang cepat diikuti oleh penurunan nilai yang cepat atau kontraksi yang terkadang disebut sebagai ledakan gelembung atau bubble burst. Biasanya gelembung ini diciptakan oleh lonjakan harga aset yang didorong oleh perilaku pasar yang terkena euforia.
Selama fenomena ini terjadi, aset biasanya diperdagangkan pada harga atau dalam kisaran harga yang sangat melebihi nilai intrinsik aset. Nantinya, nilai ini biasa digunakan oleh investor untuk menentukan harga sebuah aset di pasaran.
Sampai saat ini, penyebab bubble burst sampai masih diperdebatkan oleh para ekonom. Terutama faktor-faktor yang mendasari terjadinya fenomena bubble burst yang tidak bisa didefinisikan secara pasti. Namun, bubble burst biasanya baru teridentifikasi setelah penurunan harga secara besar-besaran terjadi.
Dampak Bubble Burst
Gelembung ekonomi bisa terjadi kapan saja. Biasanya dikaitkan dengan perubahan perilaku investor, meskipun apa yang menyebabkan perubahan perilaku ini juga diperdebatkan.
Gelembung di pasar ekuitas dan ekonomi menyebabkan sumber daya ditransfer ke area tertentu dengan pertumbuhan yang cepat. Di akhir gelembung, sumber daya tersebut dipindahkan lagi, menyebabkan harga turun.
Contoh Bubble Burst Era dot-com
Pada akhir tahun 1990-an industri berbasis internet tengah berkembang sangat pesat. Banyak orang yang kemudian berlomba-lomba untuk menggunakan internet. Para investor sangat antusias menanamkan modal untuk kemajuan perusahaan berbasis internet yang baru berkembang. Dengan harapan itu akan menguntungkan. Namun saat pasar memuncak, kepanikan di kalangan investor pun terjadi.
Hal ini menyebabkan sekitar 10% kerugian di pasar saham. Perusahaan dengan jutaan kapitalisasi pasar menjadi tidak berharga dalam waktu yang sangat singkat. Saat tahun 2001 berakhir, sebagian besar perusahaan dot-com publik gulung tikar.